RETAS.News, Jakarta – Guyuran dana segar Rp200 triliun dari Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mulai menunjukkan dampak signifikan terhadap stabilitas likuiditas perbankan nasional.
Efek langsungnya terlihat jelas pada perbaikan sejumlah rasio likuiditas utama yang menjadi indikator kesehatan keuangan bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menjelaskan, suntikan dana pemerintah yang ditempatkan di bank-bank pelat merah berhasil mengerek dua rasio penting, yaitu Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) dan Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD).
“Perbandingan data menunjukkan adanya lonjakan nyata. Sebelum dana masuk pada 4 September 2025, AL/DPK berada di level 24,01 persen. Setelah penempatan dana pada 12 September, posisinya naik menjadi 25,57 persen. Sementara itu, AL/NCD meningkat dari 106,92 persen menjadi 113,73 persen,” ungkap Dian dalam rapat bersama Komisi XI DPR-RI, Rabu (17/9/2025).
Dian menambahkan, peningkatan ini paling dominan didorong oleh salah satu bank besar milik negara, yakni Bank Danantara. Rasio AL/DPK bank tersebut melonjak dari 14,98 persen menjadi 18,54 persen, sementara AL/NCD meroket dari 63,53 persen menjadi 78,57 persen.
“Ini menunjukkan tambahan dana pemerintah betul-betul memperkuat bantalan likuiditas perbankan,” jelas Dian, seperti diberitakan Kontan.co.id
Tak berhenti di situ, perbaikan juga tercermin pada indikator intermediasi kredit. Loan to Deposit Ratio (LDR), yang menggambarkan kemampuan bank menyalurkan kredit dibandingkan dana yang dihimpun, terus menunjukkan tren menurun.
Per Agustus 2025, LDR perbankan berada di kisaran 86,03 persen, lebih rendah dibanding Juli 2024 yang mencapai 86,54 persen. Dengan masuknya dana pemerintah, LDR kembali turun menjadi 85,34 persen.
“Penurunan LDR ini menggambarkan tambahan dana segar belum langsung terserap dalam bentuk kredit, sehingga menambah ruang likuiditas,” kata Dian.
Meski demikian, Dian mengingatkan bahwa pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) secara tahunan masih relatif sehat di level 7 persen per Juli 2025.
Namun, terdapat perlambatan di kelompok bank KBMI 2 dan KBMI 3, berbeda dengan bank-bank besar pelat merah yang mayoritas berada dalam kelompok KBMI 4. Hanya Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Tabungan Negara (BTN) yang tidak masuk dalam kategori tersebut.
“Secara umum, perlambatan DPK memang dipengaruhi oleh kinerja KBMI 2 dan KBMI 3. Meski begitu, DPK KBMI 4 masih tumbuh solid, menandakan peran bank-bank besar sangat dominan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan,” tegas Dian.(*)
Comment