RETAS.News, Makassar – Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) terus gencarkan sosialisasi Kredit Program Perumahan (KPP).
Hal itu dilakukan sebagai upaya mendukung capaian Program 3 Juta Rumah sekaligus membuka kesempatan luas bagi masyarakat dan pelaku UMKM di sektor perumahan.
Seperti yang disampaikan Dirjen Perumahan Kawasan Perkotaan, Sri Haryati, saat sosialisasi KPP di ASPRUMNAS (Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional) di Hotel Claro Makassar, Sabtu (13/9/2025) malam.
Sri Haryati menyampaikan, kredit program perumahan bukan sekadar program biasa, melainkan bagian dari agenda strategis pemerintah.
Menurutnya, sektor perumahan memiliki peran signifikan dalam mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional lima tahun ke depan.
“Pada saat penyusuran, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan bisa mencapai 8 persen dalam lima tahun ke depan, maka sektor perumahan dapat dihitung menyumbang sekitar 2 persen,” jelas Sri Haryati.
Ia menegaskan, dasar itu bersandar pada hasil penelitian yang menunjukkan keterkaitan erat antara pembangunan perumahan dan pergerakan berbagai sektor lain.
“Tentu itu bukan tanpa dasar, karena hasil kajian dari Universitas Indonesia menunjukkan ada 185 sektor dan subsektor yang ikut bergerak saat sektor perumahan meningkat, termasuk usaha-usaha pendukung perumahan,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan, KPP menyasar dua pihak sekaligus, yakni dari sisi penyedia (supply) dan sisi permintaan (demand). Sisi penyedia, KPP diperuntukkan bagi pengembang perumahan, penyedia jasa konstruksi serta pedagang bahan bangunan.
“Dari sisi supply ini betul-betul kita dorong. Bagaimana pengembang, kontraktor, dan seluruh pedagang bahan bangunan itu kita berikan pembiayaan yang sangat terjangkau,” ujarnya.
Sementara untuk sisi permintaan, KPP dapat dimanfaatkan oleh UMKM di berbagai sektor, mulai dari makanan, pakaian, pariwisata, hingga usaha digital seperti content creator.
Skema ini diperbolehkan sepanjang digunakan untuk membangun, merenovasi, atau membeli rumah yang mendukung kegiatan usaha.
Untuk skema penarikannya, penyedia dapat mengakses kredit secara sekaligus, bertahap, atau revolving dengan baki debet maksimal Rp5 miliar per pencairan, total akumulasi Rp20 miliar, dan maksimal empat kali akad.
Sedangkan pada sisi permintaan, penarikan juga bisa dilakukan sekaligus maupun bertahap sesuai kesepakatan, dengan batas maksimal satu kali akad dan plafon atau batas maksimanya hingga Rp500 juta.
Ia Sri juga menyampaikan, pemerintah menyiapkan dana jumbo sebesar Rp130 triliun untuk KPP, terdiri atas Rp117 triliun untuk supply dan Rp13 triliun untuk demand.
Program ini mendapat subsidi bunga sebesar lima persen, bahkan dapat diakses meski penerima masih memiliki kredit komersial sepanjang kinerjanya baik.
Adapun jangka waktu pembiayaan ditetapkan maksimal empat tahun untuk modal kerja dan lima tahun untuk investasi di sisi penyedia.
Sedangkan di sisi permintaan, tenor ditetapkan hingga lima tahun dengan opsi grace period sesuai ketentuan penyalur, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
Dari sisi regulasi, dasar hukum KPP dinilai sudah kuat atas dasar Peraturan Menko Perekonomian Nomor 13 Tahun 2025, Permen PKP Nomor 12 Tahun 2025, serta Peraturan Menteri Keuangan yang saat ini masih dalam proses perundangan.
Terakhir, Sri menekankan, pelaksanaan KPP harus menjunjung tata kelola yang benar agar tidak mengulang permasalahan yang pernah terjadi pada program KUR sebelumnya.
“Sebesar Rp130 triliun itu harus cepat terserap, kreditnya berkualitas, tata kelola harus benar, dan pengawasannya dilakukan ketat baik oleh Kementerian PKP maupun perbankan. Dengan begitu, KPP bisa benar-benar menggerakkan perekonomian Indonesia,” pungkasnya.(*)
Comment