RETAS.News, Jogja – Pakar geologi Universitas Gajah Mada (UGM) menyebut Kawasan perbukitan Barisan di Sumatera, yang membentang dari ujung Aceh hingga Lampung memiliki kerentanan bencana banjir bandang.
Namun, jika penyebabnya faktor alamiah, seharusnya saat ini bencana itu belum terjadi.
Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan UGM, Dwikorita Karnawati mengatakan, secara alamiah, periode terulangnya kejadian banjir bandang di lokasi tersebut terjadi sekitar 50 tahun sekali.
“Ya, memang alamiahnya rentan dapat menimbulkan bencana. Tapi bencananya tidak akan sedahsyat saat ini,” ujarnya di acara Pojok Bulaksumur, Kamis (4/12/2025).
Dwikorita mengatakan, pada tahun 2023, dirinya bergabung dalam tim BNPB melakukan kajian di Bohorok, Langkat, Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil kajian, periode terulangnya bencana banjir bandang yang terjadi secara alamiah adalah sekitar 50 tahun.
“Periode ulangnya berdasarkan kajian itu hanya sekitar 50 tahunan, jadi baru akan terjadi lagi secara alamiah itu 50 tahun kemudian. Kalau itu alamiah, nggak ada yang mengusik,” ucapnya.
Hal tersebut juga diperkuat dengan keterangan warga yang usianya sudah di atas 50 tahun.
“Dan masyarakat setempat yang usianya sudah di atas 50 mengatakan memang dulu waktu dia anak-anak itu sudah pernah terjadi. Tapi dulu di situ belum menjadi tempat hunian, dulu masih hutan, belum ada orang,” ungkapnya.
Banjir Bandang Seharusnya Belum Terjadi Dwikorita mengatakan, jika secara alamiah, bencana banjir bandang seharusnya belum terjadi.
“Sehingga, kesimpulannya kalau itu memang benar-benar alam, mestinya sekarang belum terjadi. Masih kira-kira kalau itu tahun 2003, 50 tahun lagi ya 2053 gitu. Sekarang masih 2025, masih separuh,” tuturnya
Hal tersebut dapat diartikan ada faktor non-alamiah yang mempengaruhi hingga terjadi bencana. Faktor non-alamiah ini juga membuat banjir bandang yang terjadi lebih dahsyat dibandingkan 50 tahun silam.
“Itu berarti kan ada aspek non-alamiah yang sifatnya memperparah dan kejadianya saat itu tidak sedahsyat saat ini. DAS yang terkena itu kan banyak, saat itu hanya satu DAS saja,” ucapnya seperti dikutip Kompas.com
Faktor Non-Alamiah Memperpendek Periode Tak hanya itu, menurut Dwikorita, faktor non-alamiah membuat periode terulangnya bencana menjadi semakin pendek. Selain itu, wilayah sebarannya juga menjadi lebih luas.
“Jadi aspek non-alamiah itu memperparah kejadian bencana dari sisi lebih sering terjadi, periode ulangnya lebih pendek, intensitasnya lebih dahsyat, dan sebarannya lebih meluas,” pungkasnya.(*)
Comment