RETAS.News, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia pada September 2025 sebesar 2,65 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau harga barang dan jasa naik dibanding bulan yang sama tahun lalu, Senin (1/10/2025).
Inflasi bulanan (month to month/mtm) tercatat 0,21 persen, dan jika dihitung sejak awal tahun hingga September, inflasi tahun kalender (year to date/ytd) berada di angka 1,82 persen.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menjelaskan, kenaikan tersebut dipicu oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang inflasinya mencapai 0,38 persen dengan andil 0,11 persen.
“Komoditas yang paling dominan mendorong inflasi bulan ini antara lain cabai merah, daging ayam ras, emas perhiasan, Sigaret Kretek Mesin (SKM), biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi, serta Sigaret Kretek Tangan (SKT),” ujarnya dalam konferensi pers daring, seperti dikutip dari tirto.id, Senin (1/10/2025).
Meski demikian, ada pula komoditas yang menekan laju inflasi. “Bawang merah misalnya, memberikan andil inflasi 0,12 persen, sementara tomat justru mengalami deflasi 0,03 persen,” kata Habibullah.
Ia menambahkan, komoditas lain seperti bawang putih, cabai rawit, beras, timun, dan biaya sekolah menengah atas juga turut memengaruhi dengan andil inflasi sekitar 0,09 persen, atau bisa dibilang cukup kecil dibanding komoditas utama.
Jika dilihat dari komponennya, seluruh kelompok harga mengalami kenaikan. Komponen inti menjadi pendorong utama dengan inflasi 0,18 persen dan andil 0,11 persen.
Komponen tersebut dapat dipahami sebagai kelompok harga yang pergerakannya relatif stabil, atau tidak banyak dipengaruhi faktor musiman maupun kebijakan pemerintah.
“Pada komponen inti, emas perhiasan dan biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi menjadi penyumbang terbesar,” jelas Habibullah.
Sementara itu, harga yang diatur pemerintah (administered prices) naik tipis 0,06 persen dengan andil 0,01 persen. Kelompok ini mencakup barang-barang seperti Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT), atau barang dengan harga yang biasanya ditetapkan oleh regulasi.
Sedangkan komponen bergejolak (volatile food) mencatat inflasi lebih tinggi, yakni 0,52 persen dengan andil 0,09 persen, terutama didorong cabai merah, cabai hijau, dan daging ayam ras.
Secara regional, 24 provinsi mencatat inflasi, sedangkan 14 provinsi lainnya mengalami deflasi. “Inflasi tertinggi terjadi di Riau sebesar 1,11 persen, sementara deflasi terdalam tercatat di Papua Selatan sebesar 1,08 persen,” tutup Habibullah.(*)
Comment