Oleh: Muhammad Idris Leo, Ex. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Takalar
RETAS.News, Makasssar – Malam 29 Agustus 2025 mencatat tragedi kelam dalam sejarah demokrasi Kota Makassar.
Sebuah insiden di Gedung DPRD merenggut korban dan menimbulkan kepanikan bagi mereka yang berada di dalamnya.
Saat itu, para pemangku mandat sedang membahas program untuk 1,5 juta warga, termasuk alokasi biaya pendidikan, kesehatan, UMKM, dan infrastruktur.
Tujuannya untuk mendorong perputaran roda ekonomi yang sempat melambat. Namun di tengah tugas itu, bencana datang di luar prediksi.
Meski situasi mencekam, para anggota dewan tetap berani mengambil risiko demi memastikan tanggung jawab mereka berjalan.
Simbol negara, representasi rakyat, serta Forkopimda hadir dalam gedung itu, namun protokoler formal tak lagi menjadi prioritas dalam kondisi darurat.
Pasca kejadian, warga Kota Makassar diimbau saling mendukung, tanpa menyalahkan pihak manapun.
Penjadwalan rapat, jam sidang, atau pergeseran waktu merupakan hasil proses internal Badan Musyawarah (Bamus) dan bukan sesuatu yang patut dipolemikkan.
Pelaksanaan rapat malam hari bahkan dipilih sebagai upaya menghindari risiko aksi demonstrasi yang biasanya berlangsung hingga sore.
Tragedi ini merupakan takdir dari Sang Pencipta, dan kita tidak dapat mencegahnya.
Doa terbaik bagi korban dan keluarga adalah yang utama. Meski gedung rakyat kini tinggal puing dan abu, semangat pemerintah dan warga Makassar harus tetap tegar dan tak padam.
Ke depan, evaluasi bersama perlu dilakukan, tetapi hal-hal provokatif dan saling menyalahkan harus dijauhi.
Sebagai warga dan anak bangsa, mari bersatu untuk saling menguatkan, menjaga, dan memuliakan.
Tak seorangpun menginginkan musibah ini, dan tak seorang pun pemimpin ingin rakyatnya celaka.(*)
Comment